Cinta tak harus
memiliki. Benarkah itu? Bagiku begitulah cinta.
Naïf, mungkin kalian
akan berpikir aku begitu. Tapi bagiku, cinta itu tidak memaksa, cinta itu
ketulusan, dan cinta itu memberi tanpa pamrih
aku tak pernah ingin memaksakan cintaku.
Bagiku melihat orang yang aku cintai bahagia itu sudah cukup. Bukannya aku tak
mau berjuang, aku sudah berjuang tapi bagaimana jadinya jika dia yang aku
cintai tidak berjuang sama kerasnya dengan yang aku lakukan.
Haruskah aku memaksakan
kehendakku ?lalu bagaimana jika karena aku memaksakan kehendakku aku malah
membuat orang yang aku cintai menjadi merasa tak nyaman. Aku tak ingin seperti
itu…
Aku ingin dia merasa
nyaman bagaimanapun keadaanya. Ada ataupun tidak ada diriku.
Selalu ada pilihan
dalam hidup, dan aku telah memilih untuk melepasnya, membiarkannya keluar dari
hatiku, membiarkannya berjalan menjauh dan meninggalkanku. Sendiri…
walau pada kenyataannya,
aku tak bisa sekuat seperti yang telah aku perkirakan.
Karena Ternyata belajar
ikhlas melepas orang yamg kita cintai itu tidaklah mudah. Bisa saja mulut ini
mengatakan ‘’aku ikhlas melepasnya’’ . namun bagaimana dengan hatiku ? apakah
hatiku telah ikhlas ?
Setiap waktu aku selalu
meyakinkan diri dan juga hatiku bahwa aku bisa, aku ikhlas dengan semua yang terjadi
antara aku dan kamu.
Sungguh, sebenarnya aku
ingin marah. Aku kecewa, aku kecewa padamu yang enggan memperjuangkan cinta
kita. Aku kecewa padamu yang hanya mengatupkan rahangmu tanpa memberikan
penjelasan apapun apalagi kata perpisahan. Namun aku hanya wanita yang selalu
dikuasai oleh perasaan. Aku selalu dapat menekan rasa marah dan kecewaku
padamu.
tapi jangan salahkan
aku, jika akhirnya aku enggan menemuimu. Bukan karena aku sudah tak ingin
bertemu denganmu namun aku takut. Aku takut hatiku tak akan kuat jika nantinya
harus menatap mata teduhmu. Aku takut
aku tak akan rela melepasmu, dan aku takut akan ada airmata yang keluar dari
mataku, yang membuatmu menjadi iba padaku.
aku tak ingin dikasihani.
Aku
hanya ingin menjaga hatiku, agar luka yang sudah tercipta tidak lagi
menimbulkan perih.
Kamu boleh menyebutku
egois, sok kuat atau apapun. Tapi inilah aku, tentu kamu sudah mengenalku bukan
? perkenalan kita tidaklah singkat, bahkan kita menghabiskan masa kecil kita
bersama.
Masih aku ingat saat kita masih duduk
disekolah dasar kamu pernah berkata padaku.
‘’sya, aku pengen kamu
jadi peri buat aku. Peri yang selalu nemenin aku sampai kapanpun’’
Aku yang saat itu tak
begitu paham dengan yang kamu katakan hanya mengangguk-anggukan kepalaku dan tersenyum,
aku pikir saat itu kamu berkata seperti itu karena menonton film kartun tentang
peri yang selalu kamu tonton tiap hari minggu.
Dan setelah sekian tahun kita berteman, kamu
mengatakan kalimat itu lagi padaku. Dengan tambahan ‘’would you be my girl
friend, be my fairy?’’
Aku sempat terdiam
beberapa saat, aku hanya menundukan wajahku saat itu,
Tapi aku dapat
merasakan tatapan matamu yang lekat memandingiku yang salah tingkah. Saat itu
aku kaget campur bingung, tak menyangka
tepatnya. Bagaimana bisa kita berteman bertahun-tahun dan tiba-tiba saja kamu
memintaku menjadi kekasihmu. Karena melihatku yang lama terdiam kamu mengambil
tanganku dan menggenggamnya, aku yang sedang sibuk menenangkan hatiku yang
sedang tak karuan terkejut. Dan dengan seketika aku mengangkat wajahku. Pada
saat itu kamu langsung menatapku dengan sorot mata yang tegas namun lembut. Tersirat
keseriusan dari matamu.
‘’kamu gak lagi
bercanda kan? Kenapa bisa ? aku bertanya padamu
‘’aku serius, aku ga
lagi bercanda, aku sayang kamu, dan cinta tak pernah memiliki alasan dalam
menentuksn pilihan hatinya’’ itu jawabanmu, singkat. Namun berhasil membuat
pipiku bersemu merah.
Aku sempat bimbang, aku
takut kamu hanya ingin main-main dengan perasaanku
namun setelah aku
pikir-pikir tak ada salahnya untuk mencoba menjalaninya terlebih dahulu.
Lagipula, aku merasa sudah sangat mengenalmu. Jadi aku sangat yakin kamu tidak
akan mengecewakanku.
‘’iya, aku mau’’
jawabku sambil menundukan wajahku lagi,
Kamu tersenyum, dan
menambahkan erat genggaman tangamu
‘’makasih yah, aku ga akan
ngcewain kamu’’ katamu
Aku tersenyum dan
mengaminkan perkataanmu dalam hati.
Dan semuanya memang
berjalan seperti yang aku harapkan, aku bahagia bersamamu. Saat itu aku
bersyukur karena akhirnya aku menemukan juga pangeran impian yang selama ini
aku impikan. Kamu memang seperti pangeran impianku selama ini, selalu dapat
membuatku tersenyum dan merasa nyaman.
Tak terasa telah satu
tahun aku bersamamu, satu tahun bukanlah waktu tang sebentar. Banyak hal yang
kita lewati bersama, banyak masalah yang selalu kita coba selesaikan bersama.
Dan aku merasa semakin yakin padamu.
Namun memasuki
pertengahan tahun kedua kamu berubah, kamu mulai cuek kepadaku. Bosankah kamu
padaku ? atau kamu terlalu sibuk dengan berbagai kegiatanmu ? tapi bukankah
sebelumnya juga sesibuk apapun kamu, kamu selalu berusaha menyempatkan waktu
untukku.
Ataukah aku punya salah
padamu ? namun saat aku bertanya padamu, kamu hanya menjawab dengan satu kata
‘’tidak’’. Lalu ada apa denganmu ? aku bingung
Dan aku mencoba belajar
lebih memahimu, mungkin kamu memang sedang sangat sibuk. Tak apa, yang penting
aku tetap mengetahui keadaanmu baik-baik saja. namun seiring berjalannya waktu
aku benar-benar merasa tak mengenalmu lagi, kamu berubah.
Kamu bukan hanya acuh
padaku, tapi kamu juga benar-benar sudah tidak memperhatikanku.
Aku seperti orang asing
saat denganmu, namun aku masih berusaha untuk sabar dan memahamimu. Aku
berusaha berpikir positive. Mungkin kamu sibuk dan itu menyebabkan kamu
kelelahan sehingga tak lagi memperhatikanku.
Sekalipun kamu
mengacuhkanku, aku masih tetap bersikap seperti biasanya. Aku masih mengirimkan
pesan untukmu setiap pagi hanya untuk sekedar memberimu semangat dan
mengingatkanmu agar jangan lupa sarapan, begitupun dengan siang hari dan sore
hari. Aku masih saja rajin mengirimu pesan. Meski tak ada satupun pesanku yang
kamu balas.
Saat itu aku masih bisa
bersabar, menahan kecewaku akan sikapmu. Dan semua itu berjalan hampir setengah
tahun, aku sudah seperti orang bodoh. Mengharapkan yang tak pasti. Aku jpun tak
lagi menanyakan apakah aku memiliki salah padamu, Aku juga tak lagi rajin
mengirimu pesan, biarlah aku ikuti saja apa keinginanmu, meski kecewa namun aku
tak menangis.
Aku berusaha
membuktikan padamu bahwa aku bisa menjadi perempuan kuat seperti yang selalu
kamu inginkan.
aku selalu berusaha mencari info tentangmu
dari teman-temanmu . karena aku ingin memastikan kamu dalam keadaan baik-baik
saja.
Pernah suatu kali, tiba-tiba temanmu mengirim
pesan padaku, mengabarkan bahwa kamu sedang sakit. Demam berdarah katanya.
Saat itu, reflek aku
mengeluarkan air mata, aku menangis hanya karena mendengar kamu sakit.
Masih sebegitu kuatkah
perasaan ini? Sehingga mendengar kamu sakit saja aku sudah menangis.
Sebenarnya bisa saja
aku mendatangi rumahmu, tapi aku tak melakukannya. aku takut nanti kamu malah
menghindariku, aku tak sanggup menghadapi penolakan darimu.
Lagipula Aku
berprinsip. aku perempuan, tak baik rasanya mendatangi rumah laki-laki.
Akhirnya aku hanya
berdo’a untuk kesembuhanmu.
Makin hari aku makin
terbiasa dengan keadaan seperti ini, keadaan dimana aku masih menaruh kamu
dibagian terpenting dihatiku. Namun nyatanya kamu sama sekali tak bisa aku
jangkau.
Dan sepertinya aku sudah
tak ada lagi dihatimu apalagi dipikiranmu. Terbukti saat aku tak sengaja
melihat akun jejaring social milikmu. Disitu terdapat obrolan antara kamu
dengan seorang perempuan yang sangat mesra. Kamu dan perempuan itu menggunakan
panggilan layaknya sepasang kekasih. Mataku memanas, dadaku sesak dan tubuhku
bergetar. Aku berusaha agar tidak menangis. Namun aku tak bisa, hatiku
berdenyut, perih… lalu aku biarkan saja air mata ini mengalir membasahi pipiku.
Cemburu, sakit dan
kecewa. Itu yang aku rasakan, aku mencoba kuat, namun ternyata aku belum cukup
kuat. Aku terjatuh, terpuruk, dan benar-benar merasa diabaikan..
Aku membiarkan diriku
terpuruk didalam ketidakpastian.
Aku pun tersadar,
seorang peri tak akan pernah bisa bersanding dengan seorang pangeran.
Dan Aku tak lagi
bertanya-tanya kenapa kamu berubah, mungkin memang aku yang salah.
Salah karena telah
terlalu menyayangimu.
Seharusnya sekarang
hubungan kita genap 3tahun seandainya saja semuanya masih baik-baik saja, namun
semuanya sudah berbeda. Kamu telah benar-benar melupakanku, meninggalkanku
tanpa kepastian.
Tapi sampai detik ini rasa itu masih tetap
utuh, tak berkurang sedikitpun. aku memang sudah tak mengharapkanmu lagi, aku
mencoba berjalan lagi walau masih harus dengan tertatih.
Tapi aku bersyukur aku
dikelilingi oleh orang-orang yang luar biasa baik, aku telah mengecewakan
mereka dengan sikapku saat aku terpuruk. Namun mereka tak pernah lelah
memberiku semangat.
Sahabatku pernah
berkata ‘’tak perlu kamu mencari alasan kenapa dia meninggalkan kamu, yang
harus kamu lakukan sekarang adalah, bangkit, lanjutkan langkahmu. Dan buktikan
padanya kamu perempuan yang kuat’’
Aku tersadar, sahabatku
benar, hidup ini tak hanya tentang dia yang mengecewakanmu.
Jika memang sampai
sekarang aku masih menyayanginya. Mungkin karena cintaku memang tulus untuknya.
dan aku tak pernah menyesali itu. Aku bahagia pernah mengenalnya, aku bahagia
pernah menjadi bagian dari hidupnya.
Kini waktunya aku untuk
mengemasi rasaku, menyimpannya ditempat terdalam dihatiku.
Jalanku masih panjang,
dan aku masih memiliki banyak impian yang harus aku wujudkan.
Aku percaya,akan selalu
ada pelangi setelah badai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar